free html visitor counters

21 March 2009

"AKRAB" DULU, BARU KENALAN...





Kejadian ini terjadi hari Kamis kemaren, 19 Maret 2009. Tak seperti biasanya, hari itu saya mengendarai sepeda motor sendiri, tidak diantar. Karena sendiri, jadi saya memutuskan untuk pergi lebih awal. Sebelum jam tujuh, saya sudah berangkat. Dengan tak lupa memakai helm dan slayer untuk menutupi wajah. Walaupun masih pagi, namun udara di kota Pontianak tak lagi segar. Jumlah kendaraan yang semakin hari bertambah banyak, memberikan andil besar menciptakan polusi. Tak terhitung, berapa besar udara beracun yang kita hirup setiap harinya akibat dari asap-asap kendaraan itu. Belum lagi gas-gas beracun dari sember lainnya.... ah... jika ingat begitu, saya jadi pengin tinggal di kampung saja..

Pagi itu, kepala saya sedikit pusing. Maklum, malamnya saya bergadang sampai jam dua pagi, mengerjakan dua makalah sekaligus, plus satu buah laporan keuangan, yang harus dilaporkan siang nanti. Last minute, SKS, kejar tayang, ngebut, dan entah apalah istilah lainnya, untuk menyebut apa yang saya lakukan, yang jelas malam itu saya benar-benar lembur. Kebiasaan buruk memang. Saya menayadari itu dengan sesadar-sadarnya.
Tapi, walau saya tahu itu tak baik, tetap saja sangat sukar sekali untuk saya tinggalkan. Seorang sahabat, sering menegur kebiasaan tersebut. Namun, dengan berbagi alasan, saya selalu saja punya dalih untuk membela diri. Kadang saya juga jadi kewalahan sendiri, jika waktu semakin mepet. Apalagi bahan yang didapat belum mencukupi. Walau di kampus kami punya pepustakaan yang lumayan besar, namun jangan harap bisa mendapatkan apa yang kita cari dalam waktu singkat, apalagi kalau dalam keadaan buru-buru. Jika ingin mencari bahan di sana, paling tidak diperlukan waktu sedikitnya tiga hari, baru dapat sesuai harapan.
”Yun.... kite ni sebenarnye tak perlu berkeliling. Kite tinggal duduk jak di depan salah satu rak buku yang banyak tu. Satu rak jak!. Maka lihatlah apa yang bakal kite temui, di situ pasti ada buku Filsafat, buku Pendidikan, Ekonomi, Sastra, Tasawuf, Jurnalistik, mungkin juga buku-buku Motivasi dan buku-buku lainnya. Jadi tak perlu kite datang ke rak yang tepat, sesuai petunjuk yang ditempel di tiang tu....”. Kata saya beberapa waktu yang lalu, pada Yuni_teman satu kelas saya, saat kami kelelahan berkeliling selama satu jam, hanya untuk mencari satu bahan makalah saja.
”Nape pula gituk kak”. Tanyanya keheranan.
”Ye lah.... perpus kite ni kan unik. Tak macam perpus lain. Buku-buku di sini ni, pandai bergaul, die suke jalan-jalan ke rak sebelahnye. Kadang die lupa pulang”. Jawab saya. Yuni cuma tersenyum mesem mendengar ucapan tadi.

Saya terus memacu kendaraan dengan kecepatan sedang. Pagi seperti ini, biasanya banyak sekali pengendara motor yang ngebut tak tentu rudu. Dan jika buru-buru, bisa saja saya tak nyampai di kampus, tapi ke rumah sakit.
Di persimpangan Tanjung Raya, saya sedikit terpekik melihat pemandangan di depan. Keadaan jalan benar-benar tidak beraturan. Rambu lalu lintas/traffick light dan Polantas, tak lagi diperdulikan. Kendaraan bermotor, baik itu mobil pribadi, angkutan umum, truk, mobil kontainer dan sepeda motor, saling silang-menyilang untuk mendahului satu sama lain. Akibatnya, kemacetan panjang terjadi sampai kira-kira 500 meter.
Saya mulai resah melihat kondisi itu. Sejenak saya melirik ke jam digital di hape saya, menujukkan pukul 07.10. Saya cuma punya waktu 20 menit, lagi.
“Ya Allah, tolong ... saya tak mau telat…” guman saya dalam hati.
Semakin lama, jumlah kendaran semakin banyak. Saya terjebak di tengah-tengah mereka. Tak bisa maju, apalagi mundur. Dengan rem yang stand by di kaki dan tangan, saya terus berusaha menembus kemacetan itu. Saya tak boleh menyerah. Inilah perjuangan_yang Insya Allah akan berbuah manis nantinya.
Di sela-sela kekhawatiran, saya sempat melirik ke arah trotoar yang berada di sebelah kanan. Di sana, terlihat seorang gadis, ia mengenakan jilbab lebar warna krem, baju putih polos plus rok hitam_sedang melambai-lambai ke arah saya. Dari warna jaket almamater yang ia kenakan, saya bisa memastikan bahwa gadis tersebut pasti mahasiswa STAIN. Tapi siapa? Saya tidak bisa mengenalinya. Walaupun ragu, saya terus mengarahkan motor mendekatinya.
”Kak.... tunggu”. Kata gadis tersebut, dengan wajah sumringah, seperti baru saja menemukan seseorang yang telah lama ia cari.
Sayapun mengangguk, dan memberikan isyarat padanya agar segera naik ke motor. Tanpa berfikir panjang, iapun langsung duduk di belakang. Saya tetap saja tidak bisa mengingat siapa namanya? jurusan apa? dan pernah kenal di mana? bahkan saat kami sudah tak lagi terjebak macet (yang sampai hari ini tak saya ketahui penyebabnya) sekalipun, saya tetap tak mengenalinya. Untuk bertanya, saya rasa sangat tidak sopan. Dia_yang terlihat begitu akrab menyapa saya tadi, pasti akan sedikit tersinggung, jika tiba-tiba saya berkata seperti ini ”Maaf, adek siapa ya?. Atau ”Maaf, saye lupa, kita pernah kenalan di mana ya...?”. Ih.... walaupun perkataan itu (mungkin) sopan, tapi tetap saja akan menimbulkan kesan yang tidak mengenakkan untuknya, termasuk saya juga. Saya bisa merasakan, jika suatu saat, saya menyapa atau mengajak ngobrol seseorang yang saya yakin mengenalinya, sedangkan orang tersebut, cuma mengernyitkan dahi tanda kebingungan. Saya tak mau itu terjadi padanya. Pasti sangat memalukan!
Saya terus berfikit keras. ”Ya Allah, bantu saya.... siapa dia ya Allah...??”. doa saya dalam hati. Namun, sampai kami telah berada di persimpangan Flamboyan-Veteran- Gajah Mada, ingatan saya masih tetap saja tumpul. Saya tak menyerah. Lantas saya memutuskan untuk menyapanya saja, siapa tahu jika sudah ngobrol, saya akan ingat padanya.
”Tadi berangkat sama siapa? Kok bisa terdampar di trotoar si..” tanya saya sambil melepas slayer hitam yang menutupi wajah saya, lantas sedikit menoleh ke arahnya.
”Tadi tu... saye nunggu kawan kak. Cuma entah kenapa, dia ndak muncul-muncul”. Jawabnya terdengar agak canggung.
”O.... kakak kire tadi tu, naik oplet. Karena macet, jadi turun”. Kata saya kemudian.
”Tadak kak.....”. jawabnya singkat. Gadis itu tampak semakin canggung. Sikap akrab, yang tadi, tak lagi terlihat.
”Kok adek bise kenal ma kakak? Padahal, tadi kakak kan pake slayer, kaca helm juga ditutup”. Ujar saya sambil tersenyum ke arahnya.
”Itu lah die yang lucu tu kak, sebenarnye tadi saye tu ngire kakak ne kak Agus. Eh, pas saye naik, saye jadi heran sendiri, kok beda. Eh, ternyata saya salah orang”. Katanya lantas tertawa.
”Wai.... benarlah..??” Jawab saya kaget. Saya benar-benar tidak menduga hal itu.
”Iye kak.... kan kak Agus tu, suka ganti-ganti motor. Jadi saye tak heran, saat saye liat motor ”die” hari ni, beda lagi”.
”Ya ampuuun.... berarti tadi salah liat?”. sambil terus tertawa saya bertanya lagi padanya.
”Iye kak... udah lah ketawanye tu kak... malu saye ni... ”. Katanya. Tapi saya terus saja tertawa.
”Iye iye... bentar lagi lah ye berentinye... lucu ba...”. jawab saya.
”Eh, tapi... kakak kenal ndak ma kak Agus?”. tanyanya lagi.
”Agustina, yang anak Dakwah semester enam, tu kan? Kalau itu kakak kenal”. Jawab saya. Saya mengenali Agus, kami tergabung dalam salah satu organisasi intra kampus. Dulu, saat Musyawarah Besar (Mubes), kami pernah dipersaudarakan. Itu adalah trik senior, agar anggota baru dan lama, bisa akrab.
”Iye benar.... kak Agus itulah. Saye biase mang numpang ma die tu ”.
“O..... eh, tapi adek kenal nggak si ma kakak sebenarnye?“. Tanya saya kemudian. Akhirnya, saya punya kesempatan menanyakan hal itu..
“Tadak kak....“. jawabnya polos.
”Hahaha....... ”. Hanya itu yang terdengar kemudian. Saya benar-benar lega. Dalam hati saya bersyukur, berarti saya tak perlu merasa bersalah, karena tidak ingat siapa dia. Karena memang kami belum pernah kenal kok, bagaimana mau ingat.
Detik berikutnya kami berdua lantas kenalan. Ternyata gadis tersebut, bernama Salma. Ia kuliah di Jurusan Tarbiyah, PAI, semester II. Akan tetapi, yang membuat saya kembali tercengang dan kembali memikirkan lagi sikap ”cuek” saya selama ini adalah ternyata dia anggota LDK Matimsya, organisasi pertama yang saya ikuti saat saya berstatus mahasiswa. Selama ini, karena alasan aktif di UKM yang lain, saya jadi kurang silaturrahmi ke sana. Padahal, saya masuk dalam kepengurusan.
”Ya.... Allah..... segitu cueknya kah saya selama ini......”.



Comments :

0 comments to “"AKRAB" DULU, BARU KENALAN...”