free html visitor counters

16 January 2009

AKHIRNYA…..





Dan akhirnya hari minggu, tanggal 11 Januari 2009, Pukul 09.45 saya berhasil menyelesaikan membaca buku Maryamah Karpov, karya penulis penomenal, Andrea Hirata. Seperti ketiga buku sebelumnya, buku Maryamah Karpov ini adalah buku yang menurut saya, sangat hebat!!.

Hampir dua minggu, ya… dua minggu, buku tersebut selalu menyertai ke manapun saya pergi. Satu haripun, saya tak berniat meninggalkannya sendirian di rumah. Sebenarnya, dua minggu adalah waktu yang sangat lama, untuk membaca sebuah buku. Biasanya, untuk buku-buku cerita seperti itu, saya hanya membutuhkan waktu paling tidak tiga hari. Tapi… ya itulah yang terjadi

Dalam minggu-minggu terakhir ini, saya memang agak sedikit sibuk. Tugas-tugas kuliah yang sedikit menumpuk, hafalan, tugas liputan, belum lagi persiapan untuk menghadapi ujian akhir. Banyak menyita waktu dan tenaga. Selain itu, dalam waktu yang hampir bersamaan, saya juga masuk dalam kepanitiaan kegiatan tiga organisasi intra kampus, sekaligus.

Organisasi tersebut yakni HMJ (himpunan mahasiswa jurusan) Dakwah yang akan mengadakan kegiatan training Manajemen Diri, yang disingkat Trendy. Kegiatan tersebut akan diadakan pada tanggal 24 Januari mendatang. Training tersebut, dibuka untuk semua pelajar dan mahasiswa se-kota Pontianak, jadi jika ada yang berminat, silakan mendaftar. (Sedikit promosi, he..he….)

Kegiatan yang kedua, yakni kegiatan Mubes (musyawarah besar) LDK Matimsya, yang akan diadakan pada tanggal 20 sampai 24 Januari mendatang. Terus, kegiatan yang ketiga yakni kegiatan Pelatihan Jurnalistik Dasar, yang akan diadakan oleh LPM (lembaga pers mahasiswa) STAIN Pontianak. Yang juga akan dilaksanakan pada bulan ini. Benar-benar rutinitas yang membuat saya keteteran, namun bahagia lahir batin, karena merasa menjadi orang penting (narsis dikit lah, he he…)

Jadi begitulah, dengan perjuangan yang keras, sampai titik peluh penghabisan, sempat ditagih berkali-kali sama yang empunya buku, karena batas kadaluarsa peminjaman udah lewat satu minggu, (bukunya masih minjam, belum mampu beli, mahhhalll….!!) akhirnya selesai juga saya baca buku itu. Membaca buku itu, udah membuat saya jungkir balik, kadang-kadang ketawa sendiri, trus nangis juga sendiri (kerena saya memang sering sendirian di rumah), apalagi saat detik-detik terakhir, saya sampai tak sempat sarapan, tak sempat beres-beres rumah, (sampe rumah mirip kapal selam yang kesasar di atas gunung…), tak sempat ngerumpi, dan tak sempat mandi juga… he he.. (sebenarnya, ini tidak sempat, atau malas yaaa…???)

Tapi, saya tak menyesal dengan ketidaksempatan-ketidaksempatan tersebut di atas, karena banyak hal yang menjadi pelajaran berharga yang saya dapat dari buku setebal 504 halaman tersebut.

Setiap kata-kata yang Ikal (panggilan Andrea Hirata) tuliskan, mampu membangkitkan semangat. Persahabatanya dengan anggota Laskar Pelangi, yang tak pernah terputus oleh jarak dan waktu, walaupum mereka (Mahar, Lintang, A Kiong, Sahara, Sahdan, Trapani, Harun, Samson, dan Flo) sudah memiliki kehidupan masing-masing, tapi mereka tak pernah melupakan dan meninggalkan satu sama lain. Mereka tetap menjadi satu kesatuan, dan tak pernah terputuskan. Sungguh sangat menggungah.

Keteguhan seorang Ikal, dalam mencari cintanya, A Ling, yang telah seumur hidup dicarinya. Sampai-sampai ia menjelajah Eropa, dengan berjalan kaki, hanya untuk melihat dan bertemu dengan A Ling, walaupun hanya sekali, (yang ia ungkapakan dalam buku ketiganya Edensor). Sampai akhirnya ia benar-benar bertemu dengan cintanya, di pulau Kuburan. Yang untuk mencapai pulau tersebut, ia harus berunding dengan Tuk Buyan Tula, yang terkenal dengan tokoh mistik, yang banyak disegani orang-orang karena kesaktiannya. Ikal juga harus berjuang menghadapi para lanun-lanun yang dia bahasakan dengan manusia yang “sudah tak punya hati” saking kejamnya.

Di tengah perjuangan dan perasaan yang hampir putus asa, akhirnya Ikal juga menelan madu, yang sangat manis, buah dari perjuangan kerasnya. Dan pertemuan nan romantis tersebut ia tuliskan begini:

“Orang-orang sakit itu tidur di atas dipan yang saling berjauhan. Mereka berwajah Melayu dan Tionghoa. Tak satu pun kukenali. Namun, di dipan paling ujung aku terkejut melihat seseorang yang berbaring membelakangiku. Tubuhnya tinggi dan kurus. Ia berpakaian panjang dan berlapi-lapis. Aku terkesiap melihat tangannya yang terjuntai di sisi dipan. Firasat yang aneh menyelinap dalam hatiku. Kudekatkan lampu minyak untuk melihat tangan itu dan jantungku berdetak. Rasanya aku mengenali jari-jemari itu. Aku berusaha meyakinkan diri. Dulu pernah kukenal paras-paras kuku itu. Tak mungkin kulupa. Siapakah perempuan ini? Mungkinkah ia A Ling? Aku mengamatinya baik-baik. Seribu kata ingin meledak, tapi mulutku kelu. Tanganku ingin menggapainya, tapi sendi-sendiku mati. Ia terbangun, berbalik, dan dan aku terempas di atas lututku. Ia terpana menatapku, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia berusaha bangkit, tapi terlalu lemah. Air mata mengumpul di pelupuknya. Aku bergetar, seluruh seluruh tubuhku bergetar waktu ia menyebut namaku.
“Ikal…,” katanya.”

Dan yang paling membuat saya begitu terkesan, bagaimana perjuangan Ikal untuk menggapai mimpi yang telah ia patrikan di dalam hatinya. Bagaimana kekuatan sebuah mimpi, akan mampu membuat sesuatu hal besar yang bahkan tak pernah terfikir sedikitpun sebelumnya. Ia rela dicemooh, ia kerjakan hal yang tak lazim, ia korbankan semuanya, waktu, tenaga dan fikiran. Bahkan juga mempertaruhkan nyawanya demi sebuah keinginan kuat yang menjadi obsesinya. Dia melukiskan sebuah pesan:

“Ku beritahu satu rahasia padamu, Kawan
Buah paling manis dari berani bermimpi
Adalah kejadian-kejadian menakjubkan
Dalam perjalanan menggapainya”.





Ikal berani bermimpi setinggi bintang kejora. Dan untuk mewujudkan hal tersebut, ia berjuang dengan totalitas. Membaca kisah Ikal, Saya jadi membandingkan dengan keadaan diri sendiri. Saya, seumur hidup, hanya berani bermimipi tentang sesuatu yang sangat sederhana. Dan itupun dipenuhi dengan perasaan pesimistik, akan ketidakmampuan saya untuk mencapainya.

Lain lagi dengan kekuatan persahabatan mereka. Padahal, saya juga punya sahabat-sahabat yang tak kalah hebatnya dengan anggota Laskar Pelangi. Sahabat-sahabat saya di LPM, adalah wartawan-wartawan yang tangguh dan handal. Pak Yusriadi, motivator utama kami, yang tak pernah bosan memberikan “ceramahnya” untuk mengajak kami agar tak pernah berhenti berkarya. . Sahabat di kelas BPI ’07. Ikhwan dan akhwat di LDK Matimsya, adalah saudara yang teguh dan solider. Teman-teman di HMJ dakwah, adik-adik di kos-kosan, mereka semua adalah orang-orang hebat. Saya di kelilingi oleh orang-orang yang luar biasa. Namun saya…. Bahkan untuk bermimpi saja, saya masih sangat takut. Apalagi untuk berjuang seperti Ikal.



Comments :

0 comments to “AKHIRNYA…..”